/* google analytics */

Hikmah: Shalat Tahajud

| Minggu, 02 Juni 2013
( HIKMAH ) SHALAT TAHAJUD TINGKAT TINGGI - “Shalat malam akan mengangkat derajat orang yang lemah, memuliakan orang yang terhina, puasa di siang hari akan menjauhkan seorang hamba dari godaan syahwat dan tidak ada waktu istirahat bagi seorang mukmin sebelum surga” Ucap seorang ulama shaleh terdahulu. Ibnu Abbas berkata: “barangsiapa yang ingin dimudahkan oleh Allah dari lamanya berdiri pada hari kiamat maka hendaklah dia terlihat oleh Allah dalam keadaan sujud dan berdiri di kegelapan malam takut akan akhirat dan berharap rahmat Allah”. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang menghabiskan waktu malamnya dalam sujud dan berdiri, menegakkan Shalat, mengangkat dirinya dari empuknya kasur, heningnya malam, mereka kalahkan godaan tidur, mengutamakan bermunajat pada Allah, mengharap pahalanya dan takut akan siksanya
Salah seorang ulama terdahulu bangun di malam yang sangat dingin, saat meletakkan tangannya di bejana air, beliau merasakan sakit karena saking dinginnya air itu, beliau ingin kembali ke atas tempat tidur dan tidak wudhu, namun beliau paksakan mencelupkan tangannya ke dalam air seraya berkata: “sungguh ini lebih ringan daripada panasnya api jahanam”

Allah SWT Berfirman : Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan. (QS. As-Sajdah: 16-17)

Rasulullah SAW Bersabda,“Setan mengikat pada ujung kepala salah seorang diantara kalian jika tidur dengan tiga ikatan. Masing-masing ikatan mengatakan : “Engkau masih memiliki malam yang panjang, maka tidurlah!’ Jika ia bangun lantas menyebut nama Allah, maka terlepaslah satu ikatan. Jika ia berwudlu, maka lepaslah ikatan berikutnya. Dan jika ia mengerjakaan sholat, maka terlepaslah satu ikatan lagi, sehingga keesokan harinya ia menjadi giat, demikian juga jiwanya akaan menjadi baik. Jika tidak demikian, maka keesokan harinya ia menjadi kotor jiwanya lagi pemalas.” (HR. Muslim 1163).

Ibnu Jauzi berkata : Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.”

Keterkaitan Shalat malam adalah kecintaan kepada Allah dan akhirat, kekuatan Ulama terdahulu dikarenakan karena mereka merasa cukup, ikhlas yang tinggi dalam hati hanya mengharapkan keridhoan Allah SWT.

Sebagian ulama salaf melaksanakan Shalat subuh dengan wudhu Shalat isya’nya.

Sebagian lagi Shalat subuh dengan wudhu Shalat Isya selama 40 tahun.

Apakah ini terjadi begitu saja? Tidak, semuanya membutuhkan proses dan perjuangan.

Tsabit Al Banani berkata, “Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam selama 20 tahun dan saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu. Jadi total beliau membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras dan kesabaran agar seseorang terbiasa mengerjakannya.

Beginilah keadaannya, selalu dalam peperangan menghadapi dirinya dan setan.

Sebagian mengatakan: “dulu bangun malam amat sulit untukku, aku berjuang sekuat tenaga sehingga aku bisa menikmati lezatnya selama dua puluh tahun.

Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang hari.

Al-Hasan berkata: Bersungguh-sunnguhlah (untuk beribadah) pada waktu malam dan perpanjanglah shalat kalian sehingga waktu menjelang pagi, kemudian duduklah untuk berdo’a, merendahkan diri (di hadapan Allah) dan beristigfar

Ada yang berkata pada Al Hasan Al Bashri , “Begitu menakjubkan orang yang shalat malam sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.” Al Hasan berkata, “Karena mereka selalu bersendirian dengan Ar Rahman -Allah Ta’ala-. Jadinya Allah menghadiahkan sebagian dari cahaya-Nya pada mereka.”

Dilapangan begitu dekat para dhuafa yang mengaji ilmu hingga cinta dengan amal shalih, mereka mudah beranjak dengan kualitas shalat malam, dan mereka akhirnya begitu bersyukur dengan duniawi yang tak seberapa. Namun bila dunia dijadikan ambisi, bila dunia dijadikan final harapan, dan bila hati begitu sangat berharap kepada duniawi sampai melupakan balasan akhirat yang jauh lebih kekal dan mencekam, maka shalat malam bisa jadi kurang berkualitas, jiwa dirinya masih memikirkan faktor duniawi dengan segala kelezatan yang padahal akan sirna bersama waktu.

Shalat malam yang khusyu, mengalir dari jiwa yang ridho dan ikhlas akan buah ilmu dari tabiat shalihin, dari jiwa yang mengenal ilmu lalu ia mencari pengorbanan pengabdian dan besarnya berharap kepada Allah SWT akibat kelezatan imannya, mereka tidak mencari misi demi wajah manusia lain, tidak mencari atau menunjukkan gelar demi publikasi duniawi, apa adanya karena keyakinan akan rizki-Nya telah dijatah dalam catatan kehidupan tanpa ditambah dan dikurangi, azab teguran datang akibat maksiat diri, kurangnya bersyukur yang dibuktikan dalam pengabdian. Ketaatan yang terpenting walau yang diterimanya ialah ujian, itu adalah cara Allah SWT menyempurnakan amal ibadah hamba-Nya, walau yang diterima duniawi yang berlebih maka hatinya sudah siap memberlakukan duniawi yang ia dapatkan juga demi mencari keredhoan-Nya.
Sumber: facebook.com

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲