/* google analytics */

Harapan Di Negeriku (Hope in My Country)

| Selasa, 21 Mei 2013
Seperti emas mereka menjual barang itu. Barang yang memang sulit dicari di jaman sekarang ini, dan mereka menjualnya mahal sekali!

Barang itu tidak tumbuh dari alam, dibuat manusia pun tidak, mereka muncul dari bekasbekas cahaya yang sudah redup dan sebentar lagi akan padam. Kami manusia menamai barang itu sebagai “sisa harapan”. Iya, sisa harapan kami yang sangat jarang bisa kami temui dijaman sekarang, dan jika ada yang memiliki sisa harapan itu kami akan berlomba untuk membelinya. Berapapun itu!

Di jaman dimana aku hidup sekarang, jarang sekali dari kami yang memiliki harapan. Sebagian besar dari kami hanya menghabiskan waktu duduk merenung. Tapi, dalam renungan kami itu sedikitpun kami tak berani memikirkan harapan, karena harapan itu begitu pedih buat kami.
Kami adalah pembeli yang ulung sekaligus handal, uang kami takkan pernah habis jika hanya untuk memenuhi kebutuhan kami. Kami tak perlu bekerja, kami cukup duduk dan merenung. Iya, cukuplah begitu. Kami membeli apapun yang kami butuhkan, inginkan, dan yang kami mau. Begitu mudah bagi kami melakukan semua hal itu karena uang kami tidak akan pernah habis, sampai kapanpun.
Suatu ketika ada perubahan didalam negeri kami. Diberitahukan bahwa mulai sekarang setiap orang yang hidup disitu harus memiliki harapan. Harapan adalah sebuah kebutuhan mutlak sekarang. Dan jika masih diketahui dari kami masih belum memiliki harapan, siapapun itu, akan dihabisi ditempat.
Berita itu membuat kalang kabut kami semua. Kami mulai melakukan berbagai usaha untuk mulai mencari, menemukan, dan memiliki sebuah harapan. Tapi hal itu begitu sulit bagi kami, sebagian besar dari kami masih belum memilki harapan itu. Hal itu seperti  mustahil, tapi tak semustahil yang kami bayangkan. Ada satu dua yang sudah menemukan harapan itu, kebutuhan yang mutlak itu.
Setiap dari kami mengumpulkan semua harta yang kami miliki, dan mencoba untuk membeli secuil harapan yang dimiliki oleh orang sudah menemukan sebuah harapan. Apalah arti dari semua harta yang kami miliki dan meskipun itu takkan pernah habis hingga tujuh turunan, jika kami masih belum memiliki harapan. Atau dengan kata lain; cepat atau lambat kami akan mati, dan itu pasti.
Beruntung, orang yang sudah menemukan dan memiliki harapan itu mau membagi harapannya dengan kami, meski kami harus rela menukar secuil harapan itu dengan semua harta kami. Tak apa, yang terpenting sekarang kami sudah memiilki harapan. Itu sudah berarti kami masih bisa mencari harta-harta kami lagi. Dan kami pun tak pernah iri pada si penemu dan pemilik harapan karena hanya dengan sebuah harapan yang sudah ia temukan dan miliki, ia punya harta yang mungkin tidak ada tandinganya di negeri kami.
Tapi disini sebuah harapan tidak seperti harta kami yang takkan pernah habis, karena setiap dari kami memiliki hartanya sendirisendiri. Dari harapan yang hanya ditemukan oleh segelintir orang tersebut, harapan itu kian lama kian menipis dan akan habis karena harus dibagikan keseluruh penduduk negeri. Maka si pemilik harapan pun tak mau lagi membagi harapan yang mereka miliki kepada kami. Dan kami tetap seperti semula, tak bisa menemukan harapan-harapan itu lagi. Tetap, sebagian besar dari kami tidak memilki harapan, dan itu berarti mereka akan mati.
Pemeriksaan untuk pemilikan harapan sudah dimulai, dan suara jerit perih pun mulai digelar. Suarasuara peluru yang menembus jantung, hati, dan kepala menjadi nyanyian harian yang harus didengarkan, dan dengan pemandangan mayatmayat yang tergeletak bersimbah darah; sebuah jawaban karena masih belum menemukan dan memilki sebuah harapan.
Semua tanah lapang yang ada digali. Mayatmayat dimasukanya disana, tanpa doa dan bunga. Penduduk mulai habis, dan sebentar lagi yang tinggal hanyalah orangorang yang memilki harapan walaupun hanya secuil.
Sebelum penduduk benarbenar akan habis, ada pengumumam terbaru dari pemilik negeri kami: ada sedikit waktu tambahan lagi bagi kami yang masih belum menemukan harapan dan ada toleransi bagi sebuah keluarga untuk tetap hidup asalkan salah satu dari anggota keluarga itu memiliki harapan.
Begitulah, kami mulai lebih keras mencari harapanharapan itu. Amat keras. Dan berhasil, sekarang lebih banyak dari kami yang menemukan harapanharapan. Mereka yang sudah menemukan harapan itu kini rela membaginya dengan saudarasaudara yang masih belum menemukan sebuah harapan, kali ini tanpa perlu menukarnya dengan semua harta yang kami miliki. Kami sadar, harta itu tak begitu berarti kini. Sekarang yang terpenting dan lebih berarti adalah keberadaan kami dan saudarasaudara kami. Kami tak ingin melihat lagi bagian dari kami terkoyak kematian karena tak memilki harapan.
Tapi tetap saja, harapan yang kami temukan tidak cukup jika harus dibagikan keseluruh negeri, meski sudah sebagian besar dari mereka sudah mati. Dan lagi, hari itu pun datang, mayatmayat kembali bergeletak dan nyanyian perih itu kembali terlantun.

by: sujito kuncoro
email: sujitokuncoro@yahoo.com
fb : http://facebook.com/sujitokuncoro

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲