Sepuluh Hal Yang Bisa Meringankan Beban
beban memang berat bila dibawa sendirian.
beban memang berat bila dibawa sendirian.
maka berbagilah dengan Allah.
Tulisan
kali ini, khusus untuk Anda yang hutangnya besar, atau sangat besar. Apalagi
kalau kemudian hutang-hutang Anda ini membuat leher Anda begitu tersekat.
Karena ini pernah terjadi pada Luqman; tokoh utama dalam Wisata Hati yang
kehidupannya dijadikan media pembelajaran dan tadzkirah. Dan Luqman bisa
sedikit meringankan bebannya dengan menerapkan strategi berikut ini. Sekedar
catatan, bagi Anda yang tidak memiliki hutang, tapi memiliki permasalahan lain,
cara-cara yang akan dipaparkan ini bisa juga Anda pakai.
Sesuaikan saja dengan keadaan permasalahan yang sedang terjadi. Kepada Allah jua kita hdapkan permasalahan hidup dan kehidupan kita.
Sesuaikan saja dengan keadaan permasalahan yang sedang terjadi. Kepada Allah jua kita hdapkan permasalahan hidup dan kehidupan kita.
1.
Pahami pesan permasalahan dan mohonkan ampun atas kesalahan dan keburukan.
Sikapi
dulu, pahami dulu, kenapa sampai hutang muncul dan membesar. Bila ini ada
kebiasaan dari sifat yang kepengen senang tanpa perjuangan (instan), minta
ampun dulu. Hal ini sama saja dengan cara menghadapi permasalahan yang lain
selain hutang. Yaitu dengan memohon ampun setelah melakukan pemuhasabahan
[pengkoreksian diri]. (Silahkan Pembaca membaca buku “Wisata Hati Ujian atau
Azab; Ketika Permasalahan Terhidang”, untuk melengkapi pemuhasabahan).
Pahamilah,
bahwa kesempitan hidup bisa muncul, sebabnya adalah kita jauh dari kita punya
Tuhan, jauh dari Allah; Mungkin shalat kita belang belentong, kita tiada hormat
sama orang tua, kita tiada sayang sama keluarga, kita tiada menghormati hak
tetangga, kita mudah menzalimi orang, kita boros, kita bekawan sama teman-teman
yang jauh dari Allah, dan hal-hal negatif lainnya yang menandakan kita sudah
jauh dari Allah;
“Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
kehidupan yang sempit…” (Thâha: 124).
Salah
satu bentuk kesempitan hidup adalah adanya hutang yang tidak terbayar atau
piutang yang tidak kunjung tertagih. Bentuk kesempitan yang lain adalah apapun
bentuknya yang dirasakan sebagai kesusahan oleh manusia pada umumnya; seperti
penyakit yang menahun, kemiskinan yang penuh dengan duka dan derita,
kebangkrutan yang menghempaskan kita dari kehidupan normal, hilangnya
pekerjaan, rumah tangga yang tidak sakinah, dan sebagainya.
Maka
untuk mengubah keadaan menjadi baik, atau menjadi lebih baik dari sebelumnya,
perlu kiranya kita melayangkan permintaan maaf dulu kepada Allah „azza wa
jalla;
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya. Mudah-mudahan Allah akan menutup kesalahan-kesalahan kamu dan
memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (at
Tahrîm: 8).
Andai
hutang adalah akibat kesalahan, maka dengan diawali permohonan ampun kepada
Allah, insya Allah, berdasarkan ayat tersebut, kesalahan tersebut akan ditutup
oleh Allah. Dan surga yang disebut di ayat tersebut bisa kita terjemahkan ke
pengertian suasana yang penuh dengan kenikmatan. Bukankah kenikmatan adanya
bila ketenangan kembali menghiasi hidup? Bukankah kenikmatan adanya bila hutang
bisa terbayar? Bukankah kenikmatan adanya bila hidup kembali normal, dengan
keluarga bisa ngumpul, tidak lari-larian terus? Surga adalah kenikmatan. Dan
kita kejarlah surga dunia dengan memohon ampun kepada Allah.
Untuk tahap awal, dan sekaligus
sebagai riyadhah (latihan), biasakanlah dulu mengucap kalimat istighfar (astaghfirullâh);
“Barangsiapa
yang membiasakan diri beristighfar, Allah akan mencarikan jalan keluar bagi
kesulitannya, menjadikan kelapangan bagi kesempitannya, dan memberikannya rizki
dari hal-hal yang tidak pernah dia duga sebelumnya.” (al Hadits).
2.
Pupuk kembali keimanan dan perbanyak amal kebaikan.
Setelah
memohon ampun, lanjutkan terus dengan kembali beriman dan beramal saleh (untuk
menebus kesalahan). Saudara, permohonan ampun sangat terkait dengan perbaikan
hidup, perubahan kualitas hidup. Tapi sekedar memohon ampun, jelas tidak cukup.
Ini didasarkan pada surah al Furqân: 70;
“(Akan
ditambahkan kesusahannya kelak di hari kiamat, dan akan dihinakan) kecuali
orang-orang bertaubat (yang menghentikan langkah buruknya), beriman, dan
beramal saleh. Mereka inilah orang-orang yang keburukannya digantikan Allah
dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Keburukan
bagi yang berhutang, kan, tidak bisa bayar hutangnya. Maka, awali dulu dengan
permohonan ampun. Tapi sebelum diubah keadaannya, pupuk iman supaya bisa
melakukan amal saleh yang bisa mengimbangi keinginan dan masalah kita.
Sekarang
coba kita perhatikan redaksi ini “kecuali mereka yang bertaubat, beriman dan
beramal saleh…”. Kenapa di antara kewajiban amal saleh dan taubat, ada
kalimat beriman? Karena perlu iman untuk melakukan amal saleh. Selain tanpa
iman, amal saleh tidak dianggap, ia pun menjadi dorongan agar kita kudu
percaya; dengan kita melakukan amal saleh, maka keburukan kita akan diubah
menjadi kebaikan. Semakin besar kepercayaan kita sama Allah, maka akan semakin
besar juga amal kita. Kira-kira begitu, insya Allah.
Dan
kenapa juga iman dan amal saleh harus didahului taubat? Karena tanpa bertaubat
dulu, iman dan amal saleh tidak akan bisa “bunyi”, tidak akan punya pengaruh
bagi perbaikan hidup. Minta ampun dulu, pupuk keimanan, dan berjuanglah memupuk
amal saleh. Lagipun kata Allah dan Rasul-Nya, kebaikan akan menghapus
keburukan.
3.
Kembangkan pikiran positif dan jangan biarkan pikiran negatif bermain.
Jangan
biarkan pikiran negatif bermain. Paling tidak hibur diri dengan pikiran-pikiran
positif. Ini perlu latihan. Setidaknya coba lihat apa yang masih tersisa di
hidup dan kehidupan kita. Kita punya hutang, tapi masih bisa berlari, karena
punya kaki. Bagaimana mereka yang tidak punya kaki. Terus lagi misalnya, kita
punya hutang besar, dan agak-agak mustahil ga kebayar, tapi kita masih dikasih
mata, lumayan. Intinya mengembangkan kepositifan berpikir. (Lihat juga
judul-judul yang sifatnya memotivasi seperti judul “Urusan Allah”, atau Pembaca
bisa membaca buku Wisata Hati yang berjudul “Membangun Harapan dan Optimisme”).
Jujur
saja, memang kita seringkali dipenjara oleh pemikiran negatif kita sendiri.
Kita menganggap kesusahan yang terjadi sudah seperti neraka, dan seakan kita
sudah mengalami apa yang dinamakan kiamat.
Berikut
ini beberapa contoh pemikiran negatif:
v Dalam posisi berhutang, kita
ketakutan ditagih. Padahal kalau dihadapi baik-baik pun orang juga akan baik
juga. Dan biasanya akan ada jalan keluarnya.
v Kita memenjarakan diri kita
dengan pemikiran negatif bahwa hutang kita tidak akan mungkin pernah bisa terbayar.
Siapa bilang? Kan ada Allah dengan Segala Keajaiban-Nya? Jangan menyerah dulu
dengan keadaan. Ingat, kondisi negatif pertama kali dibentuk oleh
pikiran-pikiran negatif.
v Kita menganggap hidup kita
berantakan. Ini juga sering bermain di dalam pikiran kita. Kita menganggap
hidup kita sudah “finish”, sudah berakhir. Akhirnya kita mati langkah sendiri,
hanya mengurung diri di kamar, tanpa mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat.
Bila sudah begini, yang sering terjadi adalah kita seperti sedang menghitung hari
kematian. Deg-degan terus, sementara kita hanya berdiam diri saja.
Oleh
karenanya, penting sekali mengembangkan pikiran-pikiran positif.
Tapi
memang, orang-orang salah mah, sudah ketetapan Allah mereka ketakutan
dengan kesalahan-kesalahannya apabila ditampakkan Allah;
“Kamu
lihat orang-orang yang zalim ketakutan dengan keburukan-keburukan yang telah
mereka lakukan. Sedang akibat buruk perbuatan buruk biar bagaimanapun juga
tetap akan menimpa mereka…” (asy Syûrâ: 22).
Tapi
insya Allah, dengan iradah Allah, semua hal yang buruk-buruk segera digantikan
dengan yang baik-baik. Dan ini sekali lagi bisa kita dapatkan dengan memohon
petunjuk Allah, ampunan serta rahmat-Nya.
Semoga
tulisan ini benar-benar membawa manfaat, bukan hanya buat saudara, tapi juga
buat saya dan keluarga.
4.
Pikirkan kemampuan Allah, kuasa Allah. Jangan membatasi diri dengan kemampuan
diri.
Pikirkan kemampuan
Allah, bukan ketidakmampuan diri sendiri. Ini penting, sebab kita sering
jadinya putus asa, manakala kita sadar bahwa tidak ada satupun yang kita bisa
lakukan untuk menutup hutang. Kalau Kuasa Allah kan tidak berbatas dan tidak
bertepi. Beda dengan kuasa kita, langkah kita, yang ada mentoknya. Yang harus
kita lakukan sementara kita tidak punya kemampuan, adalah kita secepatnya
kembali kepada Allah, dan meminta Kuasa-Nya hadir di dalam kehidupan kita.
Urusan hutang terlalu kecil bagi-Nya. Kalau Dia sudah berkenan, bukan saja
hutang kita akan lunas, tapi juga kehidupan kita akan kembali dibangkitkan oleh
Allah, usaha kita kembali dijayakan, rumah tangga kembali diharmoniskan,
pekerjaan kembali diberikan, ketenangan kembali dihadirkan. Dan mampukah Allah?
Pasti mampu. Dia pasti mampu. Dan ini pasti, tidak perlu diragukan lagi.
5.
Yakinkan diri bahwa Allah Maha Menolong.
Pikirkan Allah itu
Maha Menolong. Tinggal sekarang kita berupaya agar pertolongan Allah hadir
dalam kehidupan kita, dalam permasalahan kita. Saudara, yang harus kita
kuatirkan dalam setiap usaha kita dalam membayar hutang dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan lain adalah jangan-jangan pertolongan Allah tidak
ada. Sebab tidak mungkin yang namanya “susah” tidak mau pergi kalau Allah sudah
berkenan menolong. Minimal, ketika permasalahan masih ada, kalau Allah sudah
berkenan menolong, Dia akan menghadirkan ketenangan dan kedamaian di hati.
Hidup kita tidak tegang, tidak panik.Sampai sini dulu ya sobat, untuk yang ke 6-10 silahkan buka link ini: Sepuluh Hal Yang Bisa Meringankan Beban Bag.2
0 komentar:
Posting Komentar